Rahasia dalam Puisi
By. Sun
“Septi bicaralah!”
Dia hanya terdiam, sambil menyodorkan secarik kertas. Kemudian aku membacanya.
Aku seperti serpihan kaca yang tak nampak
Duduk termenung dalam dunia gelap
Aku hanya berteman angin sepoi yang dingin
Aku tak melihat bintang atau kunang-kunang
Aku hanya menyimpannya dalam ranting yang patah
Ku simpan ranting itu dalam pohon yang layu…
Entahlah aku tidak mengerti apa maksud temanku Septi, dia menjadi diam mengurung dirinya, sudah seminggu tidak mau bicara dengan siapapun. Bahkan makan pun tidak mau, dia seperti kehilangan nyawa. Mungkin hal ini karena kematian Erik kekasihnya yang mati mendadak.
“Maaf Bu, aku tidak bisa bicara dengan Septi. Dia hanya memberikan aku secarik kertas berisi puisi yang tidak jelas maksudnya.”
“Tolonglah Nak Yuli, bantu Septi kembali seperti semula, dia sangat trauma. Dia satu-satunya saksi kematian Erik kekasihnya. Mungkin di dalam puisi itu terdapat banyak rahasia.”
“Ya, mungkin aku bisa mencoba menyelidiki masalah ini.”
Aku mulai masuk ke kamar Septi lagi. Aku melihat Septi sangat lemas, dia menatapku dengan tajam. Dia tetap terduduk di meja belajar memegang pulpen dan memegang beberapa helai kertas. Aku tidak menyangka gadis periang sepertinya yang cerdas dan penuh semangat akan tampak tidak berdaya karena kehilangan kekasih yang dicintainya. Banyak psikiater yang yang mundur karena kebisuannya. Dia baru mau komunikasi dengan tulisan, itupun karena aku sahabatnya. Septi adalah seorang penulis skenario yang handal dalam berbagai pertunjukkan teater di kampus. Polisi juga tidak bisa mengajukan dia sebagai saksi di pengadilan karena mentalnya terganggu.
“Septi, bolehkah aku bicara denganmu?”
Lagi-lagi dia menyodorkan secarik kertas kepadaku. Aku baca kembali isi kertas tersebut.
Siang itu dunia menyapaku
Mengajakku terbang ke Singgasana Pradana
Di sana, di tempat itu, aku bersamanya
Sariku hilang bersama angan-angan
Kami hempaskan semua luka hati
Di sana pula tanda cerita ini berakhir
Ya Allah…aku mulai bingung, apa maksud sarinya hilang, melepaskan luka hati. Tanda apa? Apakah artinya tanda atau bukti kematian Erik. Ya, mungkin jawabannya adalah puisi-puisi ini. Septi memang hebat cerpenis yang handal. Meskipun jiwanya terguncang, tetapi dia tetap berkomunikasi dengan puisi. Kasus ini cukup rumit karena kasus pembunuhan Erik mengundang banyak pertanyaan. Erik adalah putra dari seorang pejabat, dia mati dalam keadaan sangat mengerikan. Tubuhnya terpotong-potong, sehingga pihak keluarga ingin kasus ini selesai dengan tuntas.
Septi menyodorkan kertas dan sebuah foto. Foto ini adalah foto kami berlima, yaitu Aku, Septi, Erik, Risa dan Erwin. Apa maksudnya? Apakah di antara mereka adalah salah satu pembunuhnya? Aku mulai pusing…Septi muntah-muntah, dia menjerit histeris dan pingsan. Akhirnya, aku buka tulisan dalam kertas itu.
Di sini terdapat banyak penghianatan
Ku kira dia Malaikat
Ternyata pisau berkarat
Ku kira dia bintang
Ternyata dia lebih dari binatang
Ku kira persahabatan akan suci
Ternyata tragedi…
Aku mulai tidak sanggup lagi menghadapi Septi, aku ingin cepat pulang dan keluar dari kamar itu, tapi aku melihat sebuah kertas tergeletak di bawah sudut kamar. Aku cukup tertarik untuk membacanya, aku ambil kertas itu dan membacanya.
Aku yang telah mengakhiri bintang hatiku
Karena ku tak sanggup melihat dia satu jiwa dengan sahabatku
Si bunga kampus
Aku akhiri nyawa keduanya, sampai berkeping-keping…
Tidak…tidak…kau membunuh mereka, di mana? Di mana? Kau buang mayat Risa…
****
Ingatlah persahabatan adalah investasi yang sangat bijaksana
Harga kehidupan adalah kebersamaan. (Az-Zahid)